Statistik menggunakan PLS-SEM (1)
Perbandingan SEM dengan SEM
PLS
Kita akan sedikit review kembali pembahasan kita
terkait SEM dan SEM PLS, yang banyak sekali didapati kebingungan penggunaannya
pada sebagian peneliti atau data master yang masuk melalui beberapa pertanyaan
kepada kita. Bahwa peneliti tidak perlu memaksakan data yang dimiliki untuk
memilih SEM sebagai final tools untuk
menghasilkan model struktural atas data yang dimiliki, sedangkan data tersebut
memiliki banyak kelemahan dalam pemenuhan asumsi model SEM. Tidak sedikit
akhirnya peneliti atau data master melakukan manipulasi data (terutama pada
penelitian sosial-angket) hanya agar diperoleh output model SEM dengan LISREL
(salah satunya). Perlu dipahami bahwa ada alternatif lain bagi peneliti atau
data master dalam menghasilkan model struktural atas data yang dimiliki ketika
asumsi-asumsi model SEM tidak terpenuhi yaitu dengan SEM-PLS, hal ini agar
peneliti atau data master tetap dapat menjaga keaslian hasil dari penelitian
yang dilakukan.
Lebih dalam terkait dengan SEM dan SEM-PLS kita akan uraikan pada bagian
berikut.
Pengertian PLS
Dalam sebuah penelitian sering kali peneliti
dihadapkan pada kondisi di mana ukuran sampel cukup besar, tetapi memiliki
landasan teori yang lemah dalam hubungan di antara variable yang
dihipotesiskan. Namun tidak jarang pula ditemukan hubungan di antara variable
yang sangat kompleks, tetapi ukuran sampel data kecil. Partial Least Square (PLS) adalah salah satu
metode alternative Structural Equation Modeling (SEM)
yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Terdapat dua pendekatan dalam Structural Equation Modeling (SEM), yaitu SEM
berbasis covariance (Covariance Based-SEM,
CB-SEM) dan SEM dengan pendekatan variance (VB-SEM)
dengan teknik Partial Least Squares (PLS-SEM).
PLS-PM kini telah menjadi alat analisis yang popular dengan banyaknya jurnal
internasional atau penelitian ilmiah yang menggunakan metode ini. Partial Least Square disingkat PLS merupakan jenis
analisis SEM yang berbasis komponen dengan sifat konstruk formatif. PLS pertama
kali digunakan untuk mengolah data di bidang economertrics sebagai
alternative teknik SEM dengan dasar teori yang lemah. PLS hanya berfungsi
sebagai alat analisis prediktor, bukan uji model.
Semula PLS lebih banyak digunakan untuk studi
bidang analytical, physical dan clinical chemistry. Disain PLS dimaksudkan untuk
mengatasi keterbatasan analisis regresi dengan teknik OLS (Ordinary Least Square) ketika karakteristik datanya
mengalami masalah, seperti : (1). ukuran data kecil, (2). adanya missing value, (3). bentuk sebaran data tidak normal,
dan (4). adanya gejala multikolinearitas. OLS regression biasanya menghasilkan
data yang tidak stabil apabila jumlah data yang terkumpul (sampel) sedikit,
atau adanya missing values maupun
multikolinearitas antar prediktor karena kondisi seperti ini dapat
meningkatkan standard error dari koefisien
yang diukur (Field, 2000 dalam Mustafa dan Wijaya, 2012:11).
PLS yang pada awalnya diberi nama NIPALS (Non-linear Iterative Partial Least Squares) juga dapat
disebut sebagai teknik prediction-oriented.
Pendekatan PLS secara khusus berguna juga untuk memprediksi variable dependen
dengan melibatkan sejumlah besar variable independen. PLS selain digunakan
untuk keperluan confirmatory factor analysis (CFA),
tetapi dapat juga digunakan untuk exploratory factor analysis (EFA)
ketika dasar teori konstruk atau model masih lemah. Pendekatan PLS
bersifat asymptotic distribution free (ADF), artinya data
yang dianalisis tidak memiliki pola distribusi tertentu, dapat berupa nominal,
kategori, ordinal, interval dan rasio.
Pendekatan PLS lebih cocok digunakan untuk
analisis yang bersifat prediktif dengan dasar teori yang lemah dan data tidak memenuhi
asumsi SEM yang berbasis kovarian. Dengan teknik PLS, diasumsikan bahwa semua
ukuran variance berguna untuk dijelaskan. Karena
pendekatan mengestimasi variable laten diangap kombinasi linear dari indikator,
masalah indereminacy dapat dihindarkan dan memberikan
definisi yang pasti dari komponen skor. Teknik PLS menggunakan iterasi
algoritma yang terdiri dari serial PLS yang dianggap sebagai model alternative
dari Covariance Based SEM (CB-SEM). Pada CB-SEM metode
yang dipakai adalah Maximum Likelihood (ML)
berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke confirmatory. PLS
dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam
kondisi kompleksitas tinggi dan didukung teori yang lemah.
Seperti penjelasan di muka, metode PLS juga disebut
teknik prediction-oriented. Pendekatan PLS secara khusus
berguna untuk meprediksi variable dependen dengan melibatkan banyak variable
independen. CB-SEM hanya mampu memprediksi model dengan kompleksitas rendah
sampai menengah dengan sedikit indikator.
VB-SEM (PLS-SEM ) vs. CB-SEM (AMOS dan LISREL)
Analisis SEM secara umum dapat dibedakan
menjadi Variance Based SEM (VB SEM) dan Covariace Based SEM (CBSEM). Pendekatan PLS-SEM
didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model
menjadi pengukuran prediksi model yang relevan. PLS-SEM menggunakan algoritma
iteratif yang terdiri atas beberapa analisis dengan metode kuadrat terkecil
biasa (Ordinary Least Squares). Oleh karena itu, dalam PLS-SEM
persoalan identifikasi tidak penting. PLS-SEM justru mampu menangani masalah
yang biasanya muncul dalam analisis SEM berbasis kovarian. Pertama, solusi model yang tidak dapat diterima (inadmissible solution) seperti munculnya nilai standardized loading factor > 1 atau varian bernilai
0 atau negatif. Kedua, faktor indeterminacy yaitu faktor yang tidak dapat
ditentukan seperti nilai amatan untuk variable laten tidak dapat diproses.
Karena PLS memiliki karakteristik algoritma interatif yang khas, maka PLS dapat
diterapkan dalam model pengukuran reflektif maupun formatif. Sedangkan analisis
CB-SEM hanya menganalisis model pengukuran reflektif (Yamin dan Kurniawan,
2011:15).
Dengan demikian, PLS-SEM dapat dikatakan sebagai komplementari atau
pelengkap CB SEM (AMOS dan LISREL) bukannya sebagai pesaing. Terdapat 10
kriteria perbandingan sederhana antara penggunaan VBSEM (PLS–SEM) dengan CBSEM
(AMOS dan LISREL) dapat dilihat pada Table 1.1.

Dengan berbekal informasi di atas, diharapakan dapat memperjelas bagi
peneliti atau data master dalam menerapkan data pada model struktural yang
hendak di bentuknya, SEM atau SEM-PLS. Diharapkan juga bahwa peneliti atau data
master tidak memaksakan model SEM pada data sedangkan pemenuhan asumsi pada
pemodelan SEM sangat lah kurang (banyak kasus dengan memanipulasi data –
terutama pada penelitian sosial). Dari informasi di atas jelaslah bahwa dengan
penggunaan SEM-PLS sangat tepat untuk peneliti atau data master yang memiliki
data yang memiliki banyak kekurangan dalam pemenuhan asumsi model SEM. Hal ini guna
memperoleh hasil maksimal dari pemodelan SEM yang dilakukan dan secara prinsip
SEM-PLS merupakan alat yang sama dalam pencarian jawaban atas pemodelan
struktural suatu teori atas data yang dimiliki. SEMANGAT MEMAHAMI!!!
Sumber : Petunjuk Praktikum Smart-PLS
Komentar
Posting Komentar